Rabu, 24 Oktober 2012

Cara Mengatasi Kecanduan Rokok


Benda kecil yang dapat membahayakan nyawa manusia, itulah rokok. Ribuan orang meninggal setiap tahunnya berasal dari penyakit yang ditimbulkan akibat merokok. Dapat dikatakan sekitar 60% pria di Indonesia kecanduan terhadap rokok. Ribuan bungkus rokok terjual laku di pasaran perminggunya. Beragam penyakit dapat ditimbulkan dari merokok. 
Tetapi tetap saja banyak yang mengkonsumsinya baik di kalangan remaja, maupun orang tua. Apalagi di kalangan remaja, dimana sifat remaja suka mencoba coba sesuatu. Ia akan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Untuk itu para orang tua harus pandai memantau anak-anaknya sebelum ia terjerumus ke dalam rokok.
Penyakit penyakit yang dapat timbul akibat merokok antara lain : kanker paru-paru, kanker tenggorokan, serangan jantung dan berbagai penyakit lainnya. Merokok juga dapat membuat selera menurun akibat lidah terasa pahit. Untuk itu marilah kita atasi kecanduan merokok dari diri kita sendiri:

Niat
Niat sangat dibutuhkan, jika kamu ingin berhenti merokok. Bersungguh sungguh lah dan jangan setengah setengah.

Perlahan
Jika berhenti merokok secara instant sulit bagimu, lakukan secara perlahan. Kurangi penggunaan rokok sedikit demi sedikit dari hari ke hari.

Mengunyah Permen Karet
Jika rasa ingin menghisap rokok kamu timbul, kunyah lah permen karet sebagai alat pengganti rokok.

Pergaulan
Hindari pergaulan dengan orang orang yang merokok, usaha berhenti merokokmu tidak akan berhasil jika kamu terus terusan bergaul dengan mereka.

Merokok itu tidak gaul


Jakarta, Sekitar 15 tahun lagi, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia jauh lebih banyak dibanding penduduk tak produktif. Tapi kualitas usia produktif ini akan melempem jika para pemudanya sudah teracuni rokok.
Agar ‘bonus demografi’ usia produktif ini dapat tercapai adalah mengoptimalkan pendidikan dan kesehatan.
Tenaga kerja yang produktif akan dapat terserap secara optimal di pasar kerja jika memiliki pendidikan dan ketrampilan yang dibutuhkan. Hal ini sulit tercapai jika calon tenaga kerja produktif sudah teracuni oleh rokok.
Konsumsi rokok diketahui merupakan salah satu faktor risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, paru-paru, kanker dan sebagainya.
“Jika konsumsi rokok tidak dihentikan mulai dari sekarang, dalam 10 tahun lagi dampak buruk rokok akan menimpa tenaga kerja produktif. Tenaga kerja yang sakit-sakitan akan menurunkan produktivitas nasional yang pada akhirnya akan mengancam bonus demogarfi,” kata Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam acara diskusi mengenai Konsumsi Rokok Mengancam Bonus Demografi di Hotel Atlit Century Park Senayan, Rabu (14/6/2012).
Jika melihat kondisi di lapangan, kekhawatiran ini bisa menjadi kenyataan karena jumlah generasi muda yang merokok semakin banyak. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menemukan bahwa saat ini jumlah perokok remaja berusia 15-19 tahun ada sebanyak 4,2 juta jiwa. Jumlah ini mengalami kenaikan 2 kali lipat dari tahun 1995.
Padahal, 15 tahun lagi remaja-remaja ini akan memasuki pasar kerja. Dengan perilaku tak sehatnya ini, maka di tahun 2027 remaja perokok berisiko tinggi terkena penyakit yang terkait dengan merokok seperti kanker, stroke dan serangan jantung.
“Umur orang mulai merokok dari tahun ke tahun semakin muda. Jumlah perokok muda yang merokok juga semakin banyak. Di antara 10 orang yang kecanduan merokok, hanya 2 yang berhasil berhenti merokok,” kata Abdillah Ahsan, SE, MSE., Peneliti dari Lembaga Demografi FEUI.
Tak hanya berisiko menyebabkan penyakit berbahaya, rokok juga merupakan pintu menuju penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Penelitian yang pernah dilakukan BNN menemukan bahwa 90% orang yang kecanduan narkoba berawal dari kebiasaan merokok.
Bonus Demografi
‘Bonus Demografi’ adalah suatu kondisi di mana jumlah penduduk usia produktif, yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun, di suatu negara jauh lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia tak produktif. Fenomena ini hanya terjadi 1 kali dalam sejarah suatu penduduk.
Sebagai contoh, rasio ketergantungan penduduk tahun 1955 mencapai 81. Artinya, 100 penduduk produktif menanggung 81 orang penduduk tak produktif. Perbandingan ini akan terus menurun hingga level terendah, yaitu 44 yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020 – 2030.
Penurunan rasio ini disebabkan menurunnya jumlah anak yang dimiliki keluarga di Indonesia, sehingga beban yang ditanggung penduduk produktif makin sedikit.
“Kondisi ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah, sehingga jumlah penduduk yang produktif tadi dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menggerakkan roda perekonomian,” kata Prof Tjandra.
Sumber: m.detik.com/read/2012/06/14/133139/1941309/763/penduduk-produktif-ri-bakal-melempem-15-tahun-lagi-karena-rokok